Selasa, 04 Oktober 2022

Masa Kecil Dibalik Kabut Yukudei

(Foto ilustrasi kampung Yukudei)

Ditulis Oleh : Stefan Ukago

IPMANAPADODESBY.COM-Di sebuah desa kecil, sebut saja desa yukudei, tigi barat, kab. deiyai. Saya dilahirkan disana. Di yukudei, tidak banyak penduduk yang tinggal hanya puluhan rumah saja. Namun, banyak orang asli yukudei yang merantau di luar kab deiyai dan menempati kampung yukudei adalah fam (marga) ukago dan ada beberapa marga lagi suku mee (Ekagi). 


Beberapa marga yang di maksud adalah kalau di suku mee ada istilah yamekopaa dan apikopaa. Kata awal dari yamekopaa adalah yame yang artinya laki-laki. Kata awal dari apikopaa adalah api yang artinya perempuan. Yamekopaa adalah keturunan dari laki-laki dan apikopaa adalah keturunan dari perempuan. Di wilayah suku mee/Ekagi, Apikopaa punya anak dan Yamekopaa punya anak sangat saling menghargai. Di Yukudei, Iklimnya dingin karena di wilayah pegunungan, ketinggiannya mencapai 1.700 meter diatas permukaan laut.


Suatu hari, kira-kira tahun 1999/2000-an. Pada sore hari jam 15:00 wit, sekelompok anak laki-laki se-umuran SD yang berasal dari Yukudei pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar untuk keperluan di rumah. Karena dulu Tahun 90-an hingga 2000-an di Yukudei masih belum ada kompor sumbu,kompor gas dan alat teknologi pada umumnya yang bisa digunakan untuk memasak.Sebab tidak ada cara lain selain mengunakan tungku api dan bahan bakarnya harus mengunakan kayu. Kami pergi ke hutan yukudei dengan rombongan, setelah kami sampai di hutan, tiba-tiba awan menutup gunung yang ada diatas yukudei dan hujan deras mengguyur tubuh kami yang kecil itu. Kami kedinginan dan bertedu disebuah goa batu besar.


Pada saat itu, Ada salah satu teman kami, sebut saja Weneiti Ukago. Dia lebih besar dari  kami yang lain. Kami menganggap dia sebagai abang (kaka laki-laki). sambil tunggu hujan rendah, abang weneiti punya ide untuk main di seputar goa untuk menghibur diri sambil menghilangkan suasana yang resah karena hujan badai yang begitu dasyat menguyur gunung yukedei. Banyak permainanya unit, bahkan hal-hal menarik yang kami lakukan di goa itu. ada yang berperan sebagai bapak, mama, kakak, ade dan lain sebagainya. Ada yang alasan isap  kobouye Tawa/Mee tawaa (tembakau rokok yang dibungkus dengan sejenis daun palem),Maklum masih anak-anak, heheh....


Di yukudei, hujan, petir, kabut dan dingin adalah soal biasa bagi kami. Kami sudah terbiasa dengan alam bahkan  sudah berbaur dengan lingkungan sini. Sebelum cari kayu, kami yuu dan waita. Yuu dan waita adalah suara dan tarian penyemangat suku Mee/Ekagi. Penyemangat untuk bekerja,berperang Dll. 


Setelah hujan, kabut dan petir pun berhenti. Kami mempersiapkan parang,kampak untuk menebang dan memotong  kayu. Usai yuu dan waita, kami cari kayu bakar dan kumpulkan di satu tempat. Kemudian ikat dengan tali rotan atau tali yang keras untuk bawah pulang ke Rumah masing-masing.


Dalam perjalanan kami pulang, yuu menjadi penyemangat dalam membawa kayu bakar yang berat itu. Yuu sambil memikul kayu terasa ringan, karena banyak teman dan canda tawa menjadi iringan dalam perjalanan pulang. Dan akhirnya kami sampai dirumah masing-masing. 


''Walaupun dalam Tulisan ini tidak lengkap, namun masih tersimpan rapi diingakatan kami di Yukudei pada tahun 1999/2000-an hingga sekarang tahun  2022, semua sudah dewasa, ada yang jaga dusun, ada yang sudah kerja dipemerintahan, ada yang masih kuliah, ada yang sudah menikah dan panggilan hidup lainnya. Itulah kehidupan manusia, selalu mengalami perubahan. Harapan saya, semoga ada waktu untuk bisa bertemu dengan teman-teman masa kecil di Yukudei. Terima kasih Yukudei ku".

Cerita Nonfiksi
Penulis adalah Mahasiswa Papua Yang Kuliah di Surabaya

0 comments:

Posting Komentar

Kontak

Jika anda ingin menghubungi kami atau ingin memberikan Kritik dan Saran, silahkan gunakan kontak dibawah ini:

Alamat:

Jl. Bratang Gede VI G No.29, Ngagelrejo-Wonokromo, Kota Surabaya

Telepon:

0813 - 4482 - 1198

Gmail :

ipmanapadodesby251@gmail.com

Facebook :

IPMANAPADODE SBY

Intagram:

IPMANAPADODE_SBY

Cari Blog Ini